Sulitnya Menghindari Stres Saat Ingin Hamil. Ketika usaha Anda untuk hamil tak juga berhasil, orang-orang di sekitar Anda pasti akan menyarankan, "Sudahlah, jangan terlalu stres. Santai saja."
Namun, saran untuk santai dan tidak stres itu ternyata tak mudah dijalani. Banyak perempuan yang tak tahu pasti apa yang harus dilakukan supaya tidak stres. Selain itu, kaitan antara stres dan kesuburan sendiri juga masih menjadi topik yang kontroversial, demikian menurut Alice Domar, PhD, Direktur Mind/Body Services di Boston IVF.
Ada 14 studi yang diterbitkan di British Medical Journal edisi Februari, yang tidak mengobservasi hubungan yang signifikan antara tingkat stres dan kesuburan. Meski begitu, Domar mengatakan ada banyak penelitian lain -termasuk studinya sendiri yang dimuat di Fertility and Sterility, yang menemukan hubungan antara tingkat stres dan tingkat kesuksesan program bayi tabung.
Menurut penelitian Domar, perawatan kesuburan justru bisa sangat membuat stres. Banyak pasien dilaporkan mengalami peningkatan kegelisahan dan depresi. Dalam risetnya mengenai pengaruh Mind/Body Program terhadap hasil kehamilan bayi tabung, ia mengamati perempuan berusia 40 tahun atau di bawahnya, yang memiliki kadar hormon yang normal. Para partisipan dikelompokkan secara acak tanpa menerima intervensi pikiran atau tubuh. Ternyata perempuan yang mengikuti Mind/Body Program memiliki tingkat kehamilan yang lebih tinggi (52 persen) daripada yang tidak mengikuti program tersebut, (20 persen).
Meskipun begitu, penelitian Domar tidak dengan sendirinya menyarankan orang untuk "santai saja, pasti kamu bisa hamil". Apalagi jika "santai saja" tersebut maksudnya, rileks sambil nonton TV, atau tidak bekerja terlalu keras.
“Saran itu sangat merendahkan. Dalam kenyataannya, saya berpartisipasi dalam studi yang mendapati bahwa hal yang paling menyinggung perasaan pada pasien yang mengalami ketidaksuburan adalah, 'rileks saja, pasti hamil'," ujarnya.
Mind/Body di klinik Boston IVF termasuk program yang intensif yang terdiri atas 10 sesi. Pasien akan diajarkan teknik-teknik relaksasi yang kemudian harus dilakukan sendiri setiap hari. Kemudian mereka dilatih dengan sejumlah strategi manajemen stres, dan perubahan gaya hidup seperti berhenti merokok, mengurangi konsumsi kafein dan alkohol, atau mengurangi intensitas olahraga.
Kesimpulannya, program Mind/Body ini tidak sekadar meminta orang untuk rileks. Program ini didesain untuk mengurangi kegelisahan, gejala-gejala depresi, kecenderungan kebencian dan kebingungan, tanda-tanda fisik seperti insomnia, sakit kepala, dan nyeri leher.
"Program tubuh dan pikiran tidak bisa mengembalikan telur yang tidak normal, tidak bisa mencegah penyumbatan saluran telur," lanjut Domar. "Yang dapat kami lakukan adalah, pada tahap ketika stres mungkin mengurangi kesuburan atau efektivitas perawatan bayi tabung, sebuah program mind body bisa melawan pengaruh dari stres tersebut. Jadi, kami tidak membuat perempuan lebih subur; kami hanya membalikkan dampak negatif dari stres."
Yang menarik, penelitian Domar juga mendapati bahwa pasien infertilitas yang paling tertekan sebelum siklus menstruasi justru memiliki tingkat kehamilan paling tinggi. Dengan catatan, kadar stresnya menurun selama siklus terjadi.
Domar sedikit meluruskan, dalam studinya, ia tidak secara khusus merekrut pasien perempuan yang merasa stres. Meskipun demikian, walaupun Anda tidak merasakan stres, tidak ada salahnya bila Anda memelajari berbagai strategi manajemen stres dan relaksasi.
Namun, saran untuk santai dan tidak stres itu ternyata tak mudah dijalani. Banyak perempuan yang tak tahu pasti apa yang harus dilakukan supaya tidak stres. Selain itu, kaitan antara stres dan kesuburan sendiri juga masih menjadi topik yang kontroversial, demikian menurut Alice Domar, PhD, Direktur Mind/Body Services di Boston IVF.
Ada 14 studi yang diterbitkan di British Medical Journal edisi Februari, yang tidak mengobservasi hubungan yang signifikan antara tingkat stres dan kesuburan. Meski begitu, Domar mengatakan ada banyak penelitian lain -termasuk studinya sendiri yang dimuat di Fertility and Sterility, yang menemukan hubungan antara tingkat stres dan tingkat kesuksesan program bayi tabung.
Menurut penelitian Domar, perawatan kesuburan justru bisa sangat membuat stres. Banyak pasien dilaporkan mengalami peningkatan kegelisahan dan depresi. Dalam risetnya mengenai pengaruh Mind/Body Program terhadap hasil kehamilan bayi tabung, ia mengamati perempuan berusia 40 tahun atau di bawahnya, yang memiliki kadar hormon yang normal. Para partisipan dikelompokkan secara acak tanpa menerima intervensi pikiran atau tubuh. Ternyata perempuan yang mengikuti Mind/Body Program memiliki tingkat kehamilan yang lebih tinggi (52 persen) daripada yang tidak mengikuti program tersebut, (20 persen).
Meskipun begitu, penelitian Domar tidak dengan sendirinya menyarankan orang untuk "santai saja, pasti kamu bisa hamil". Apalagi jika "santai saja" tersebut maksudnya, rileks sambil nonton TV, atau tidak bekerja terlalu keras.
“Saran itu sangat merendahkan. Dalam kenyataannya, saya berpartisipasi dalam studi yang mendapati bahwa hal yang paling menyinggung perasaan pada pasien yang mengalami ketidaksuburan adalah, 'rileks saja, pasti hamil'," ujarnya.
Mind/Body di klinik Boston IVF termasuk program yang intensif yang terdiri atas 10 sesi. Pasien akan diajarkan teknik-teknik relaksasi yang kemudian harus dilakukan sendiri setiap hari. Kemudian mereka dilatih dengan sejumlah strategi manajemen stres, dan perubahan gaya hidup seperti berhenti merokok, mengurangi konsumsi kafein dan alkohol, atau mengurangi intensitas olahraga.
Kesimpulannya, program Mind/Body ini tidak sekadar meminta orang untuk rileks. Program ini didesain untuk mengurangi kegelisahan, gejala-gejala depresi, kecenderungan kebencian dan kebingungan, tanda-tanda fisik seperti insomnia, sakit kepala, dan nyeri leher.
"Program tubuh dan pikiran tidak bisa mengembalikan telur yang tidak normal, tidak bisa mencegah penyumbatan saluran telur," lanjut Domar. "Yang dapat kami lakukan adalah, pada tahap ketika stres mungkin mengurangi kesuburan atau efektivitas perawatan bayi tabung, sebuah program mind body bisa melawan pengaruh dari stres tersebut. Jadi, kami tidak membuat perempuan lebih subur; kami hanya membalikkan dampak negatif dari stres."
Yang menarik, penelitian Domar juga mendapati bahwa pasien infertilitas yang paling tertekan sebelum siklus menstruasi justru memiliki tingkat kehamilan paling tinggi. Dengan catatan, kadar stresnya menurun selama siklus terjadi.
Domar sedikit meluruskan, dalam studinya, ia tidak secara khusus merekrut pasien perempuan yang merasa stres. Meskipun demikian, walaupun Anda tidak merasakan stres, tidak ada salahnya bila Anda memelajari berbagai strategi manajemen stres dan relaksasi.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Tips Hamil
dengan judul Sulitnya Menghindari Stres Saat Ingin Hamil. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://sehathamil.blogspot.com/2012/12/sulitnya-menghindari-stres-saat-ingin.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Admin -
Belum ada komentar untuk "Sulitnya Menghindari Stres Saat Ingin Hamil"
Posting Komentar